Pemilu Presiden di Amerika Serikat, sebelum-sebelumnya, adalah persaingan kaum kaya. Atau setidaknya politisi yang disokong oleh golongan super-kaya di Amerika.

Namun, pada pemilu kali ini ada hal berbeda. Bernie Sanders, yang lahir dari keluarga buruh, maju sebagai calon Presiden. Dia maju dari partai Demokrat. Awalnya, dia tidak diunggulkan. Namun, pelan-pelan kampanye-kampanyenya selalu berhasil menghadirkan massa dalam jumlah besar.
Bernie tidak bisa diremehkan. 


Dalam pemilu pendahuluan calon Presiden Partai Demokrat di negara bagian Iowa, Senin (1/2/2016) lalu, Bernie meraih dukungan signifikan. Dia hanya kalah tipis dari kendidat unggulan, Hillary Clinton. Hillary mendapat 49,9 persen, sedangkan Bernie meraup 49,6 persen.

Yang menarik, Bernie tidak hanya mewakili kalangan bawah, tetapi juga kebangkitan politik progressif. Di negeri yang—menurut survei—hanya 30 persen penduduk dewasanya terbuka dengan pandangan sosialisme, Bernie selalu menyebut dirinya sebagai “demokrat sosialis”. Ini jelas menarik.


Tumbuh Sebagai Aktivis
Bernie lahir di Brooklyn, New York, tanggal 8 September 1941. Ayahnya adalah imigran dari Polandia. Sedangkan ibunya meninggal ketika Bernie masih berusia 18 tahun. Di usia belasan, berkat kakaknya, Bernie mulai bersentuhan dengan karya-karya Karl Marx dan Sigmund Freud.

Tamat dari James Madison High School, Bernie sempat kuliah setahun di Brooklyn College, lalu pindah ke University of Chicago. Itu tahun 1961. Saat itu, kampusnya menerapkan kebijakan diskriminatif di asrama mahasiswa, yakni pemisahan antara kulit putih dan hitam. Saat itu Bernie sudah menjadi pimpinan sebuah komite mahasiswa: Congress of Racial Equality (CORE).

Bersama CORE dia memprotes kebijakan itu. Dia menggelar aksi pendudukan selama 15 hari untuk memaksa Universitas mencabut kebijakan diskriminatif itu. Tidak hanya di kampus, Bernie juga kerap terlibat dalam aksi-aksi menentang segregasi di luar kampus.

Tahun 1963, bersamaan dengan pasang gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat, Bernie dan kawan-kawannya membentuk StudentNonviolent Coordinating Committee. Di tahun itu juga ia dan kawan-kawannya di Komite itu nekat naik bus tengah malam ke Washington DC untuk mengikuti Pawai. Di situlah dia mendengarkan Martin Luther King Jr menyampaikan pidatonya yang bersejarah: I Have a Dream.

Selain itu, Bernie juga bergabung dengan Young People’s Socialist League (YPSL). Organisasi ini menganjurkan “kepemilikan sosial dan kontrol demokratis terhadap alat-alat produksi”. Kendati begitu, organisasi pemuda sosialis ini menolak disebut komunis. Mereka tidak pro Soviet ataupun barat.

Ketika Amerika mengobarkan perang di Vietnam, Bernie muda termasuk penentangnya. Dia kerap mengikuti aksi-aksi menentang perang Vietnam. Dia juga terlibat dalam aksi-aksi menuntut perlucutan senjata nuklir.

Singkat cerita, Bernie muda adalah seorang aktivis politik yang cukup radikal. Dia mengikuti semangat anak muda di zamannya: tahun 1960-an dan 1970-an.


 
Top
close