UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KOMPETENSI DASAR HAKEKAT NEGARA MELALUI PENERAPAN METODE KONTEKSTUAL
PADA SISWA
KELAS X-1 SMA NEGERI JENAWI SEMESTER I
TAHUN PELAJARAN 2006/2017
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Oleh :
TEGUH YULIANTO, S.Pd.
NIP : 19700110199903 1 004
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI JENAWI
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
KABUPATEN KARANGANYAR
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam
mempersiapkan warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten
untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya yang
dapat dilakukan adalah menyelenggarakan program pendidikan yang
memberikan berbagai kemampuan sebagai seorang warga negara melalui
berbagai mata pelajaran termasuk salah satunya Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kemampuan dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar
yang dicantumkan dalam Standar Nasional merupakan bahan minimal yang
harus dikuasai siswa. Oleh karena itu, daerah, sekolah atau guru dapat
mengembangkan, menggabungkan, atau menyesuaikan bahan yang disajikan
dengan situasi dan kondisi setempat Realitanya hasil belajar siswa dalam
materi Pendidikan Kewarganegaraan belum menunjukkan hasil yang
diinginkan.
Kondisi rendahnya hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara
tercermin juga dalam hasil belajar siswa pada siswa kelas X-1 SMA Negeri
Jenawi. Hal itu dapat diketahui dari rata-rata nilai harian siswa. Pada
tiga kali ulangan harian yang diadakan guru dengan kompetensi dasar
hakekat negara menunjukkan rata-rata kurang dari nilai 70. Dari ulangan
harian yang pernah dilakukan, +
60 % siswa mendapatkan nilai dibawah 70,00. Angka-angka tersebut dapat
diartikan, bahwa pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan tersebut relatif masih rendah. Dengan kata lain,
pemahaman siswa SMA Negeri Jenawi terhadap mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang diajarkan mencapai baru tercapai sekitar 40 persen.
Secara tidak disadari, karena rutinitas tugasnya mengakibatkan guru
tidak begitu menghiraukan/peduli apakah siswanya telah atau belum
memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Sejauh mana siswa telah
mengerti (understanding) dan tidak hanya sekedar tahu (knowing),
tentang konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang sudah disampaikan dalam
proses pembelajaran? Rutinitas yang dilakukan para guru tersebut
meliputi penggunaan metode pembelajaran yang cenderung monoton yaitu
kapur dan tutur (chalk-and-talk), kurangnya pelaksanaan
evaluasi selama proses kegiatan belajar dan mengajar (KBM) berlangsung,
serta kecenderungan penggunaan soal-soal bentuk pilihan ganda murni pada
waktu ulangan harian maupun ulangan sumatif tiap akhir semester.
Sebelum penelitian dilakukan guru memang belum mengoptimalkan metode
kontekstual. Guru baru sebatas memanfaatkan metode ceramah serta
penugasan (PR) kepada siswa. Kalaupun ada penugasan, siswa hanya di beri
pekerjaan rumah yang dinilai secara individual oleh guru tanpa
didiskusikan di kelas. Secara operasional, guru menjelaskan materi
kepada siswa kemudian memberikan contoh-contoh di papan tulis. Setelah
selesai menerangkan materi, guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal.
Kenyataan hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara yang rendah
tersebut perlu diperbaiki sebab Pendidikan Kewarganegaraan termasuk
mata pelajaran inti dengan nilai minimum ketuntasan belajar 70.
Disamping itu, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah
Menengah Atas juga dinyatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar siswa menaruh perhatian terhadap
isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang
kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
Melalui tindakan yang akan dilakukan guru, hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan meningkat. Nilai
rata-rata ulangan harian yang diharapkan setelah penelitian adalah 70
atau mencapai nilai batas ketuntasan belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
Guna meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara
siswa, guru perlu melakukan tindakan kelas yakni dengan memperbaiki
proses pembelajaran dengan memodifikasi pola pembelajaran yang selama
ini hanya monoton pembelajaran kelas dengan ceramah menjadi pembelajaran
mandiri atas dasar inisiatif siswa..
Berdasarkan uraian di atas nampak adanya kesenjangan antara kondisi
nyata dengan harapan. Kesenjangan pokok dari subyek yakni pada kondisi
awal hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara yang rendah
sedangkan kondisi akhir yang diharapkan hasil belajar siswa dalam materi
hakekat negara meningkat. Kesenjangan pokok dari peneliti yakni pada
kondisi awal peneliti masih menyampaikan materi menggunakan model
pembelajaran konvensional sedangkan kondisi akhir peneliti menggunakan
metode kontekstual. Jadi, upaya untuk memecahkan masalah dari
kesenjangan yang terjadi adalah guru perlu menerapkan metode
kontekstual. Kegiatan kontekstual dilakukan secara mandiri, artinya
siswa sesuai prosedur kerja diberi kebebasan untuk berkreasi sendiri dan
tidak berada di bawah dikte guru.
Dari uraian di atas muncul kerangka pemikiran bahwa rendahnya nilai
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dikarenakan siswa kurang
memahami konsep hakekat negara yang selama ini hanya diajarkan guru
melalui metode ceramah. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut
adalah pelaksanaan kegiatan tindak lanjut berupa pengajaran dengan
menerapkan metode kontekstual. Hal itu dimaksudkan agar siswa dapat
mudah memahami dan menerima materi yang disampaikan guru yang secara
tidak langsung memberi penekanan agar siswa memperhatikan penjelasan
guru dan pada akhirnya siswa akan lebih memahami konsep hakekat
negarayang dipelajarinya. Dengan demikian adanya pemahaman konsep
tersebut maka akan dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa dan
akhirnya akan dapat mengatasi rendahnya hasil belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Metode yang dipergunakan guru dalam pembelajaran cenderung monoton yakni ceramah dan diskusi.
- Belum tercapainya hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran.
- Proses pembelajaran cenderung bersifat teacher centered atau terpusat pada guru dan guru mendominasi seluruh kegiatan pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah berkenaan dengan tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :
- Variabel dalam penelitian ini hanya ada dua yaitu hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara (Y) dan penerapan metode kontekstual (X).
- Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas X-1 semester I SMA Negeri Jenawi tahun pelajaran 2009/2010 dalam kompetensi dasar hakekat negara.
- Metode kontekstual yang dilaksanakan dalam penelitian ini dilakukan secara kelompok berdasarkan prosedur kerja yang telah ditentukan. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Siswa melakukan diskusi antar kelompok kemudian menarik kesimpulan sendiri. Tindakan ini akan dilakukan pada tahun pelajaran 2009/2010.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman di lapangan terungkap bahwa
guru belum memberdayakan seluruh metode pembelajaran yang ada. Hal ini
disebabkan karena dalam mengajar mereka yang terpenting adalah materi
pelajaran dapat disampaikan secara keseluruhan sesuai dengan alokasi
waktunya. Dengan demikian penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
apakah melalui penerapan metode kontekstual dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam materi hakekat negara ?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara bagi siswa Sekolah Menengah Atas Negeri Jenawi.
2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara
melalui penerapan metode kontekstual bagi siswa kelas X-1 semester I
Sekolah Menengah Atas Negeri Jenawi tahun pelajaran 2009/2010.
F. Manfaat Penelitan
Dalam mengadakan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan dalam menjawab masalah yang dihadapi di sekolah dalam mengajar
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Oleh sebab itu penulis secara
rinci mengemukakan manfaat penelitian ini adalah mendorong guru untuk
menggunakan metode kontekstual dengan manfaat:
1. Manfaat Teoritis
a. Mendapatkan pengetahuan atau teori baru tentang upaya meningkatkan
hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara melalui penerapan
metode kontekstual bagi siswa Sekolah Menengah Atas Negeri Jenawi.
b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Siswa
Meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara bagi siswa kelas X-1 Sekolah Menengah Atas Negeri Jenawi
b. Manfaat bagi Guru
Melatih guru dalam memodifikasi sekaligus menerapkan berbagai metode pembelajaran sekaligus dalam pembelajaran PKn.
c. Manfaat bagi Sekolah
Memberikan pengetahuan umum tentang penerapan metode kontekstual
dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah
Atas sehingga dapat dijadikan pedoman guru lain.
d. Manfaat bagi Perpustakaan Sekolah
Menambah khasanah perpustakaan sekolah tentang upaya meningkatkan
hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara melalui penerapan metode
kontekstual.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan
a. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai
wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter
yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat
Pancasila dan UUD 1945. Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah
untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut:
(1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,
(2) berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara,
(3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
(4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
b. Hakekat Belajar
Pengertian belajar menurut para ahli memiliki definisi yang
berbda-beda. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungan (Slameto, 1998:6)
Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan/aktifitas yang dilakukan
secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifaknya sedikit
banyak permanen (The Liang Gie, 2000 : 6).
Pengertian belajar seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (1978 : 36) adalah :
Belajar adalah perubahan murid dari usahanya sendiri dalam bidang
material, formil, serta fungsionil pada umumnya dan pada bidang-bidang
intelek khususnya. Singkatnya belajar adalah berusaha mengadakan
perubahan situasi dalam proses perkembangan dirinya mencapai tujuan.
Belajar adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap
(Winkel, 2001: 36). Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas.
Pendapat Winkel di atas dikuatkan Winarno Surachmad (1996: 57) sebagai berikut :
Belajar dapat dipandang sebagai proses dimana guru terutama melihat
apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif
untuk mencapai suatu tujuan. Yang diperhatikan adalah pola-pola
perubahan tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Karena
itulah ditekankan pula daya-daya yang mendinamisir proses itu.
Pendefinisian tentang pengertian belajar yang bermacam-macam
menunjukkan bahwa dijumpai konsep-konsep tentang belajar yang
menimbulkan corak khas uraian dan pembicaraan mengenai belajar, namun
semua itu tergantung sudut pandang dan penekanannya. Sumadi Suryabrata
(1993:249) tidak memberikan batasan secara langsung tentang belajar,
melainkan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang disebut belajar.
Pertama : belajar itu membawa perubahan (dalam arti Behavioral Changes, aktual maupun potensial).
Kedua : perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
Ketiga : bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)
Mengacu pada batasan-batasan yang telah disampaikan di atas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian belajar yaitu :
1) Aktivitas yang dilakukan secara sadar dan aktif, sehingga
menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang mengalami
belajar.
2) Perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari
sesuatu yang dikuasai baik berupa pengetahuan, kemampuan, atau kecakapan
yang sifatnya relatif lama.
Dalam uraian di atas telah disebutkan batasan-batasan tentang
belajar. Apabila siswa benar-benar merasa tahu gunanya belajar, merasa
butuh belajar, merasa dapat belajar, dan merasa senang belajar maka dari
siswa tersebut akan timbul motivasi diri yang kuat untuk melakukan
kegiatan belajar secara mandiri. Keputusan untuk melakukan kegiatan
belajar pada tiap-tiap individu tidak sama, tergantung pada kekuatan
motivasi diri, sebab jika motivasi kekuatan motivasi diri kuat maka
keputusan utuk melakukan kegiatan belajar juga tinggi. Hanya kekuatan
motivasi yang berasal dari dalam diri sendirilah yang merupakan faktor
pendorong untuk melakukan belajar mandiri karena belajar mandiri
menekankan pada autoaktifitas siswa dalam belajar yang penuh dengan
tanggung jawab atas keberhasilan belajarnya.
c. Hasil Belajar
Menurut Chaplin, pengertian hasil belajar atau hasil belajar adalah :
“Hasil belajar merupakan suatu tingkatan khusus yang diperoleh sebagai
hasil dari kecakapan kepandaian, keahlian dan kemampuan di dalam karya
akademik yang dinilai oleh guru atau melalui tes prestasi” (1992: 159).
Pendapat Chaplin di atas mengandung pengertian bahwa prestasi itu
hakikatnya berupa perubahan perilaku pada individu di sekolah, perubahan
itu terjadi setelah individu yang bersangkutan mengalami proses belajar
mengajar tertentu.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin
menerima pengalaman belajar atau yang optimal yang dapat dicapai dari
kegiatan belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang
dijelaskan oleh Poerwadarminta (1993 : 768) adalah hasil yang telah
dicapai (dilakukan). Pengertian hasil belajar menurut pendapat Mochtar
Buchari (1986 : 94) adalah hasil yang dicapai atau ditonjolkan oleh anak
sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka atau huruf serta
tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing
anak dalam periode tertentu.
Nasution (1972:45) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan
anak didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah
mengikuti program belajar secara periodik. Dengan selesainya proses
belajar mengajar pada umumnya dilanjutkan dengan adanya suatu evaluasi.
Dimana evaluasi ini mengandung maksud untuk mengetahui kemajuan belajar
atau penguasaan siswa atau terhadap materi yang diberikan oleh guru.
Dari hasil evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar siswa yang
biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. Dengan demikian
hasil belajar merupakan suatu nilai yang menunjukkan hasil belajar dari
aktifitas yang berlangsung dalam interaksi aktif sebagai perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap menurut kemampuan
anak dalam perubahan baru. Dalam proses belajar mengajar anak didik
merupakan masalah utama karena anak didiklah yang diharapkan dapat
menyerap seluruh materi pelajaran yang diprogramkan didalam kurikulum.
Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar maupun faktor-faktor
yang mempengaruhinya maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut
supaya berpengaruh menguntungkan bagi belajarnya sehingga hasil belajar
sebagai suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan
kegiatan baik berupa angka atau huruf dapat meningkat.
d. Hasil Belajar PKn
Hasil belajar PKn adalah kemampuan siswa dalam menguasai materi PKn
berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti
pembelajaran secara periodik dalam kelas. Dengan selesainya proses
belajar mengajar diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui kemajuan
belajar atau penguasaan siswa atau terhadap materi PKn terutama
kompetensi dasar hakekat negara yang diberikan oleh guru. Dari hasil
evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar siswa yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka.
2. Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut Seels and Richey (1994 : 32) metode pembelajaran adalah
spesifikasi untuk menyeleksi dan mengurutkan peristiwa atau
langkah-langkah dalam sebuah pembelajaran. Snelbecker (1982 : 115)
mengemukakan metode pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh
guru untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran dengan memahami
perbedaan karakteristik dan kemampuan siswa, sehingga diharapkan guru
dapat membantu kesulitan belajar siswa dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa harus
diusahakan dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran, artinya guru
harus mampu memahami bahwa di antara siswa terdapat perbedaan-perbedaan
karakteristik. Hal itu karena siswa berasal dari kondisi ekonomi dan
kemampuan orang tua yang berbeda, sehingga dalam mengikuti proses
pembelajaran terdapat perbedaan pula.
Dengan memahami perbedaan karakteristik siswa, dalam proses
pembelajaran, oleh guru dapat menentukan dan memilih metode pembelajaran
yang sesuai, guru dapat memberikan suatu perlakuan, dan penilaian,
serta keputusan yang tepat kepada siswa, sehingga siswa merasa dirinya
dihargai dan diperhatikan dalam proses pembelajaran tersebut. Proses
pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas beberapa komponen
seperti siswa, guru, dan metode, serta materi pembelajaran yang saling
berinteraksi datam mencapai tujuan. Dalam menyajikan materi pembelajaran
guru perlu menentukan dan memilih metode pembelajaran yang tepat untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Metode pembelajaran yang tepat
adalah metode yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.
Menurut Muhibbin Syah (1995 : 190) metode pembelajaran adalah cara
yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
Semakin baik metode pembelajaran maka semakin efektif pula pencapaian
tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah suatu metode pembelajaran
disebut baik, diperlukan ketentuan yang bersumber dari beberapa faktor.
Adapun faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.
Metode pembelajaran di dalam kelas selain faktor tujuan, juga faktor
murid, faktor situasi, dan faktor guru ikut menentukan efektif tidaknya
suatu metode pembelajaran.
Menurut Wasty Soemanto (1998 : 102) metode pembelajaran merupakan
salah satu cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan komunikasi
dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu,
peranan metode pembelajaran sebagai alat untuk menciptakan proses
pembelajaran. Dengan metode pembelajaran diharapkan terciptalah
interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru harus dapat menumbuhkan
kegiatan belajar siswa, serta menggunakan metode pembelajaran yang
bervariasi.
b. Metode Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
Contextual Teaching and Learning (CTL) atau metode
kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat monerapkannya daiam kehidupan mereka (Wina
Sanjaya, 2006: 109).
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, menekankan
kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses
belajar dalam konteks metode kontekstual tidak mengharapkan agar siswa
hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran.
Kedua, metode kontekstual mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna
secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, metode kontekstual mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya metode kontekstual bukan hanya
mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi
bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks metode kontekstual
bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai
bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan metode
kontekstual guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah
ini:
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang hams dicapai serta manfaat
dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan
dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual:
a) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa;
b) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnya
kelompok 1 dan 2 mengobservasi kegiatan A, dan kelompok 3 dan 4
mengobservasi kegiatan B;
c) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan pada masing-masing kegiatan tersebut.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa
b. Inti di Lapangan
1) Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam Kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2) Siswa melaporkan hasil diskusi.
3) Setiap kelompok mynjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar
masalah demokrasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus
dicapai.
2) Guru menugaskan siswa untuk membuat rangkuman tentang pengalaman belajar mereka dengan materi demokrasi.
Hal yang dapat ditangkap dari pembelajaran dengan menggunakan metode
kontekstual adalah pada metode kontekstual untuk mendapatkan kemampuan
pemahaman konsep anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di
masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi
dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan.
- B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2009/2010 yaitu minggu 1 dan 2 bulan Agustus 2009.
- Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri Jenawi dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas X-1 semester I tahun pelajaran
2009/2010. Alasan penelitian dilaksanakan di sekolah tersebut karena
peneliti merupakan guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas
X-1 di sekolah tersebut. Di samping itu, hasil belajar siswa pada materi
hakekat negara di sekolah tersebut rata-rata rendah.
B. Subjek Penelitian
Mengingat dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti adalah guru
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka subjeknya adalah siswa
yakni siswa kelas X-1 SMA Negeri Jenawi semester I tahun pelajaran
2009/2010 yang terdiri atas 40 siswa.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian tindakan kelas ini berasal dari subyek
penelitian atau dari siswa yang merupakan sumber data primer yaitu nilai
ulangan harian siswa baik nilai ulangan harian sebelum tindakan kelas
maupun setelah dilakukanya tindakan kelas oleh guru.
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat berbentuk tes maupun non tes. Namun
dalam penelitian tindakan kelas ini yang dipergunakan adalah teknik
pengumpulan data berbentuk tes. Pengertian tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi, 1996: 138). Adapun tes
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi atau achievement test yaitu test yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Suharsimi Arikunto, 1996: 139).
Tes diberikan sesudah siswa yang dimaksud mempelajari hal-hal sesuai
dengan yang akan diteskan yaitu tes ulangan harian. Mengingat penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas maka juga dipergunakan metode
pengamatan (observe). Maksudnya bahwa data dikumpulkan dari hasil kegiatan yang dilaksanakan dari satu siklus ke siklus berikutnya.
2. Alat Pengumpulan Data
Mengingat teknik yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini
berbentuk tes dan observasi, maka alat pengumpulan data yang
dipergunakan adalah butir soal tes dan lembar observasi.
E. Analisis Data
Teknik analisis data dalam PTK ini bersifat deskriptif analitis.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian adalah :
- Klasifikasi Data
Klasifikasi data merupakan pengelompokan data berdasarkan kriteria
tertentu untuk mencari homogenitas yang diinginkan. Dalam penelitian ini
klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan hasil belajar siswa dari
kegiatan penerapan metode kontekstual.
- 2. Penafsiran Data
Penafsiran data bertujuan untuk mengambil kesimpulan sementara data
yang telah diperoleh. Penafsiran merupakan langkah awal untuk pembahasan
masalah secara mendalam.
- 3. Evaluasi Data
Data yang telah diklasifikasi kemudian dievaluasi untuk mendapatkan
kebenaran antara hasil penafsiran dengan realitas sesungguhnya. Apakah
data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dalam penelitian atau tidak,
apakah penafsiran yang disampaikan sesuai dengan rumusan yang telah
ditetapkan dan sebagainya. Hasil evaluasi dapat dipergunakan sebagai feed back
(umpan balik) untuk mengukur sejauh mana data yang diperoleh dalam
penelitian tersebut merupakan sesuatu yang bermanfaat ataukah tidak.
Apabila dirasa kurang dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
prosedur penelitian dapat dilakukan secara berulang.
- 4. Penarikan Kesimpulan
Tujuan akhir dari setiap penelitian adalah mendapatkan kesimpulan
mengenai apa yang telah disampaikan dengan hasil penelitian. Kesimpulan
merupakan hasil tertinggi dalam suatu penelitian. Dengan diperolehnya
kesimpulan, maka masalah yang disajikan, dibahas dan carikan jalan
keluarnya akan nampak dengan jelas. Dengan demikian maka kesimpulan
merupakan penjabaran sistematis dari seluruh kegiatan penelitian.
F. Prosedur Penelitian
- Tahap Perencanaan
Rancangan-rancangan yang dilakukan pada tahapan ini adalah:
- Membuat lembar observasi untuk melihat suasana pembelajaran, aktivitas guru dan aktivitas siwa selama proses belajar mengajar dengan menerapkan metode kontekstual.
- Membuat analisa hasil ulangan harian setiap siklus, untuk melihat apakah siswa kelas X-1 dalam proses belajar mengajar ada peningkatan penguasaan materi hakekat negara melalui penerapan metode kontekstual dengan menganalisis hasil belajar siswa.
- Tahap Pelaksanaan / Tindakan
Guru melaksanakan tindakan kelas dengan strategi pembelajaran cara
belajar siswa aktif melalui optimalisasi metode kontekstual yang
diterapkan dengan tugas kelompok menggunakan bantuan berbagai media.
Tugas yang telah dilakukan kemudian dipresentasikan di depan kelas,
disini guru sebagai fasilitator yang memberi penguat dan simpulan untuk
kejelasan materi hakekat negara.
- Pemantauan / observing
Pada tahap pemantauan dikumpulkan data dan informasi dari beberapa
sumber untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas dari tindakan yang
dilakukan. Data tentang penguasaan materi hakekat negara diperoleh dari
nilai ulangan harian.
- Refleksi
Refleksi adalah kegiatan yang mengulas secara kritis (reflective)
tentang perubahan yang terjadi pada siswa, suasana kelas dan guru. Guru
merefleksi capaian hasil belajar siswa sebelum dan sesudah tindakan
kemudian merumuskan keberhasilan maupun kekurangannya untuk
ditindaklanjuti dengan langkah-langkah program berikutnya berupa
penyempurnaan dan pengembangan.
Rencana tindakan penelitian dilaksanakan atau disusun terperinci
setiap siklusnya, sesuai jadwal dan alokasi waktu berdasarkan rancangan
penelitian. Bentuk tindakan yang akan dilaksanakan dalam tindakan kelas
pada tiap-tiap siklusnya dijelaskan sebagai berikut :
- Siklus I
- Perencanaan
1) Mempersiapkan materi pembelajaran
2) Mempersiapkan sumber belajar yang diperlukan
3) Mempersiapkan lembar kerja siswa
4) Mempersiapkan kelas dalam setting pembelajaran klasikal
5) Membuat lembar observasi tentang aktivitas siwa selama proses belajar mengajar
- Tindakan
1) Pertemuan 1
a) Kegiatan pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
b) Kegiatan Inti
(1) Guru menjelaskan materi dan memberikan contoh-contoh soal.
(2) Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat.
(3) Siswa berlatih menyelesaikan soal-soal seperti dicontohkan oleh guru.
(4) Siswa mendiskusikan materi.
c) Kegiatan Penutup
(1) Siswa membuat rangkuman
(2) Guru memberikan tugas pekerjaan rumah
2) Pertemuan 2
- Kegiatan pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
- Kegiatan Inti
- Guru menjelaskan materi pelajaran
- Guru memberikan contoh soal
- Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat
- Siswa berlatih menyelesaikan soal-soal seperti dicontohkan oleh guru
- Kegiatan Penutup
- Siswa bersama guru menyimpulkan materi
- Siswa mengerjakan soal evaluasi
- Pemantauan
1) Mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar agar berjalan seoptimal mungkin
2) Mengamati dan mencatat tindakan aktifitas siswa
- Refleksi
1) Mengevaluasi hasil pemantauan dan mengolah data hasil evaluasi serta menentukan keberhasilan pencapaian tujuan tindakan.
2) Mencatat perkembangan kemampuan siswa.
3) Mengadakan refleksi I dengan meneliti kembali tindakan yang telah dilakukan.
4) Memberi penguatan dan motivasi kepada siswa agar belajar lebih giat.
Indikator untuk melanjutkan ke siklus berikutnya adalah
peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa dengan capaian minimal
sekurang-kurangnya 50% siswa telah mencapai nilai tuntas (di atas
minimal).
2. Siklus II
a. Perencanaan
1) Mempersiapkan materi pembelajaran
2) Mempersiapkan sumber belajar yang diperlukan
3) Mempersiapkan lembar kerja siswa
4) Mempersiapkan kelas dalam setting pembelajaran kontekstual
dengan bantuan media audio berupa rekaman berita melalui tape recorder
5) Membuat lembar observasi tentang aktivitas siwa selama proses belajar mengajar
b. Tindakan
1) Pertemuan 1
a) Kegiatan pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
b) Kegiatan Inti
(1) Siswa dibagi menjadi empat kelompok
(2) Guru memberikan penjelasan teknis pelaksanaan diskusi
(3) Siswa mendiskusikan materi
c) Kegiatan Penutup
(1) Siswa membuat kesimpulan
(2) Siswa mencatat tugas rumah
2) Pertemuan 2
a) Kegiatan pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
b) Kegiatan Inti
(1) Siswa dibagi menjadi empat kelompok
(2) Dalam kelompoknya siswa melakukan diskusi
(3) Siswa menganalisis hasil diskusi
(4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya
c) Kegiatan Penutup
(1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi
(2) Siswa mengerjakan soal evaluasi
c. Pemantauan
1) Mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar agar berjalan seoptimal mungkin
2) Mengamati dan mencatat tindakan aktifitas siswa
d. Refleksi
1) Mengevaluasi hasil pemantauan dan mengolah data hasil evaluasi serta menentukan keberhasilan pencapaian tujuan tindakan.
2) Mencatat perkembangan kemampuan siswa.
3) Mengadakan refleksi I dengan meneliti kembali tindakan yang telah dilakukan.
4) Memberi penguatan dan motivasi kepada siswa agar belajar lebih giat.
Indikator untuk melanjutkan ke siklus berikutnya adalah
peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa dengan capaian minimal
sekurang-kurangnya 65% siswa telah mencapai nilai tuntas (di atas
minimal)
3. Siklus III
a. Perencanaan
1) Mempersiapkan materi pembelajaran
2) Mempersiapkan sumber belajar yang diperlukan
3) Mempersiapkan lembar kerja siswa
4) Mempersiapkan kelas dalam setting pembelajaran kontekstual
dengan bantuan media audio visual berupa pemutaran menggunakan VCD
5) Membuat lembar observasi tentang aktivitas siwa selama proses belajar mengajar
6) Membuat angket untuk mengumpulkan data tentang respons
siswa setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan penerapan metode
kontekstual.
b. Tindakan
1) Pertemuan 1
a) Kegiatan pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
b) Kegiatan Inti
(1) Siswa dibagi menjadi sembilan kelompok
(2) Guru memberikan penjelasan tentang cara menggunakan alat dan cara merangkai
(3) Siswa mendiskusikan materi
c) Kegiatan Penutup
(1) Siswa membuat kesimpulan
(2) Siswa mencatat tugas rumah
2) Pertemuan 2
a) Kegiatan pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
c) Kegiatan Inti
(1) Siswa dibagi menjadi sembilan kelompok
(2) Dalam kelompoknya siswa melakukan diskusi
(3) Siswa menganalisis hasil diskusi
(4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya
d) Kegiatan Penutup
(1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi
(2) Siswa mengerjakan soal evaluasi
c. Pemantauan
1) Mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar agar berjalan seoptimal mungkin
2) Mengamati dan mencatat tindakan aktifitas siswa
d. Refleksi
1) Mengevaluasi hasil pemantauan dan mengolah data hasil evaluasi serta menentukan keberhasilan pencapaian tujuan tindakan.
2) Mencatat perkembangan kemampuan siswa.
3) Mengadakan refleksi I dengan meneliti kembali tindakan yang telah dilakukan.
4) Memberi penguatan dan motivasi kepada siswa agar belajar lebih giat.
Indikator berakhirnya siklus adalah peningkatan hasil belajar
yang dicapai siswa dengan capaian minimal sekurang-kurangnya 90% siswa
telah mencapai nilai tuntas (di atas minimal)
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmum, 2000, Psikologi Kependidikan, Bandung : Remaja Rosda Karya
Bloom, Benyamin S, 1986, Taxonomy of Education Objective, New York : Longman.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Model pengembangan Silabus Mata pelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PKn. Jakarta : Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Umum. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Djamah Sopah, 2001, Pengembangan dan Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS, http://www.depdiknas.go.id./Jurnal/31/djamah sopah.htm.
JP. Chaplin. 1992. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Pustaka Jaya.
Mochtar Buchari. 1986. Dasar-dasar Kependidikan. Bandung : Tarsito.
Mudhoffir. 1990. Proses Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Formal. Surabaya : Usaha Nasional.
Muhibbin Syah, 1995, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosda Karya.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 1999, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Nana Sudjana, 1996, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru.
Nasution. 1972. Psikologi Pengajaran Nasional. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Ratna Wilis Dahar. 1986. Pengelolaan Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Press.
Rochman Nata Wijaya. 1992. Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Sardiman A.M, 1989, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali Press.
Seels and Richey, 1994, Instructional Technology, New York : Ashton Scholastic Pty Limited.
Slameto. 1998. Didaktik Metodik. Jakarta : Pustaka Jaya.
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
The Liang Gie. 2000. Kamus Psikologi. Jakarta : PN. Balai Pustaka.
Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra, 1997, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta : PAU Ditjen Dikti Depdikbud
Wasty Soemanto, 1998, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.
Winarno Surakhmad, 1994, Pengantar Interaksi Mengajar Belajar, Bandung : Tarsito.
WS. Winkel. 2001. Psikogi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.